Siswa SMA Pamotan Ubah Sampah Jadi Pupuk: Inovasi Tungku Organik Menuju Sekolah Zero Waste
Oleh: Suhadi – Jurnalis Website smapamotan.com
Penumpukan sampah organik yang kerap menjadi masalah di sekolah akhirnya dijawab oleh dua siswa SMA Pamotan dengan solusi yang sederhana, efektif, dan berkelanjutan. Melalui penelitian berjudul “Tungku Sampah Penghasil Pupuk Organik Menuju Lingkungan Sekolah Zero Waste,” Sri Wahyuni dan Yuli Riyatno, siswa kelas XII, memperkenalkan inovasi tungku sederhana untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos.
Penelitian ini didampingi oleh Bapak Vicky Zoo, guru pembimbing yang konsisten mendorong siswanya untuk berpikir kritis dan peduli lingkungan. "Kami ingin siswa tidak hanya belajar teori, tapi juga memiliki kesadaran dan solusi nyata terhadap masalah lingkungan di sekitar mereka," ungkap beliau.
Bagaimana Tungku Ini Bekerja?
Tungku yang digunakan dalam proyek ini merupakan komposter statis dari bahan drum besi bekas. Bagian bawah dilengkapi lubang aerasi, sementara bagian atas tertutup rapat dengan celah pengontrol suhu. Sampah organik seperti sisa makanan kantin, dedaunan, dan rumput sekolah dimasukkan secara bertahap, kemudian dibiarkan selama 2–3 minggu hingga menjadi kompos matang.
“Awalnya kami pikir akan sulit, ternyata dengan pemilahan yang benar dan sedikit pengadukan, hasilnya sangat bagus,” ujar Yuli.
Proses Penelitian: Edukasi, Praktikum, Evaluasi
Proses diawali dengan edukasi kepada seluruh siswa tentang jenis-jenis sampah dan konsep zero waste. Lalu, dilakukan praktikum berupa pengumpulan dan pengolahan sampah, serta pemantauan proses pembusukan di tungku. Setelah itu, dilakukan evaluasi melalui uji coba hasil pupuk kompos pada tanaman toga sekolah.
Hasilnya, tanaman yang diberi pupuk kompos mengalami pertumbuhan lebih cepat dalam dua minggu dibanding yang tidak diberi.
Dukungan Sekolah dan Keterlibatan Masyarakat
Kegiatan ini didukung penuh oleh pihak sekolah dan mendapat antusiasme tinggi dari siswa kelas lainnya. Bahkan, beberapa warga sekitar turut dilibatkan dalam pelatihan singkat pemanfaatan sampah rumah tangga menjadi kompos, sebagai bentuk perluasan dampak proyek ini ke masyarakat.
“Program ini sangat inspiratif, kami ingin replikasi di RT kami,” komentar salah satu warga yang mengikuti pelatihan.
Langkah Selanjutnya
Kepala sekolah telah menyatakan rencana untuk mengembangkan lebih banyak tungku kompos di tiap sudut sekolah dan menjadikan program ini sebagai bagian dari kegiatan ekstrakurikuler lingkungan. Selain itu, karya ini juga akan diajukan dalam lomba Karya Ilmiah Remaja tingkat kabupaten.
“Ini bukan akhir, tapi awal dari budaya baru di SMA Pamotan,” tegas Sri Wahyuni.
Post a Comment