-->

Merancang Film Dokumenter 6 Menit 33 Detik

www.smapamotan.comMendokumentasikan Pengetahuan Lokal, Artikel yang berjudul Merancang Film Dokumenter 6 Menit 33 Detik ini merupakan perancangan produksi film dokumenter yang dikhususkan untuk membuat film dokumenter gerabah balongan yang diperuntukkan kepada para calon peserta Learning Tour, Siswa Kelas XI jurusan IPS di SMA Negeri 1 Pamotan. Tulisan ini memuat tentang tiga hal, yaitu; informasi tentang film dokumenter, konsep naratif, dan skenario dokumentasi. Diharapkan melalui tulisan ini, para siswa dapat memiliki gambaran dalam membuat film dokumenter sebagai bentuk produk learning tour balongan. Tulisan ini juga dapat digunakan dalam merancang produksi film dokumenter yang temanya relatif sama. Selamat menikmati.

Mengenal Film Dokumenter

Tahukah kalian tentang film dokumenter? Film dokumenter dikenal sebagai film yang mendokumentasi kenyataan. Maksud dari kenyataan yang didokumentasikan adalah kenyataan objektif yang menyangkut kehidupan, lingkungan hidup, dan situasi nyata[1] yang memiliki karakter unik, khas, dan original.

Adapun teknik pendokumentasiannya adalah dengan cara merekam sebuah kenyataan. Seseorang yang membuat film dokumenter, biasanya akan mendatangi kelompok masyarakat atau lingkungan hidup yang didalamnya memikili keunikan, kekhasan, dan berbai originalitas. Rekaman yang didapatkan berupa gambar dan suara akan segera di ramu menjadi sebuah tayangan nyata. Dan tayangan yang nyata tersebut akan disuguhkan kepada publik dengan harapan tayangan tersebut mudah dipahami dan dicerna pesannya. Seorang siswa yang sengaja mendatangi kelompok perajin gerabah, kemudian merekam keseharian dan proses pembuatan gerabah merupakan contoh dari film dokumenter yang mendokumentasikan sebuah kenyataan.

Film dokumenter juga dikenal sebagai program tayangan yang menyajikan suatu kenyataan berdasarkan pada fakta objektif (alamiah) yang memiliki nilai esensial (mendasar) dan eksistensial (pengalaman) yang memiliki relevansi terhadap kehidupan, menuturkan fakta, dan realita tanpa rekayasa.[2]  Seorang siswa yang membuat film dokumenter tentang perajin gerabah merupakan bagian dari hal tersebut. Hal ini dapat dilihat bahwa gerabah telah berhubungan dengan kehidupan yaitu menjadi mata pencaharian yang didalamnya memuat pengetahuan dan teknologi dalam produksi gerabah.

Selain dikenal merekam sebuah kenyataan dan menyajikan kenyataan, film dokumenter juga dikenal sebagai tayangan yang objektif. Mengapa demikian? Karena dalam hal pembuatannya, film dokumenter diproduksi secara objektif. Maksud dari obyektif disini adalah film yang menyajikan keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi.

Seiring dengan perkembangan teknologi perekaman, produksi film dokumenter cenderung lekat dengan ikatan emosional[3] antara yang direkam dengan yang merekam. Ikatan emosial itu bertemu pada satu titik yaitu mendokumentasikan pengetahuan lokal. Misal seorang siswa sedang mendokumentasikan perajin gerabah. Proses mendokumentasian gerabah tidak serta merta berlangsung begitu saja. Namun ada semangat yang mendorong, yaitu mendokumentasikan pengetahuan masyarakat lokal dalam membuat gerabah. Siswa dimungkinkan memiliki alasan yang mendasar mengapa merekam produksi gerabah. Alasan itu bisa dalam bentuk keyakinan seorang siswa dalam membumikan pengetahuan lokal membuat gerabah, bisa juga dalam bentuk keinginan membantu perajin gerabah agar keberadaannya penting diketahui dan diperhatikan oleh publik, seiring keberadaan perajin gerabah yang terancam produknya dari pasaran. Dari sinilah tampak adanya keberpihakan antara pembuat film dokumenter dengan kelompok atau kenyataan yang didokumenterkan.

Secara umum, film dokumenter digolongkan menjadi 6 kategori. Ragam kategori tersebut dapat diketahui mulai dari film dokumenter berjenis poetic, expository, observational, participatory, reflexive, dan film dokumenter jenis performative.[4] Kesemua jenis dokumenter tersebut memiliki gaya, pendekatan dan karakteristik masing-masing.[5]

Jenis film dokumenter yang cukup mudah digunakan dalam proses pembelajaran adalah jenis film dokumenter campuran antara expository dan obervasional.[6] Film dokumenter jenis expository yaitu sebuah film dokumenter yang lebih menekankan pada narasi dan argumentasi logis. Narasi menjadi penting sebagai benang merah cerita. Narasi yang dimaksud adalah suatu deskripsi yang disusun secara sistematis dan logis yang digunakan untuk menekankan informasi pengetahuan, teknologi, dan produk yang dimiliki masyarakat. Sedangkan skenario dokumentasi yang dimaksud yaitu urutan dokumen tentang kehidupan subyek yang diamati. Selanjutnya jenis film dokumenter observational yaitu film dokumenter mendokumentasikan kehidupan subyek yang diamati. Film dokumenter yang berkategori demikian (expository dan obervasional), penggunaannya disebut-sebut berpengaruh kuat terhadap keterampilan berpikir kritis siswa.[7]

Konsep Naratif

Konsep naratif yang dibangun dari film ini adalah konsep realism (nyata) yaitu membangun  suatu alur  cerita  berdasarkan  kenyataan  yang  ada.[8] Konsep narasi yang dimaksud adalah suatu deskripsi yang disusun secara sistematis dan logis yang digunakan untuk menekankan informasi pengetahuan, teknologi, dan produk yang dimiliki masyarakat. Konsep narasi inilah yang kemudian dimasukkan dalam sebuah film dokumenter. Secara terknis, para siswa dapat menggunakan artikel blog tentang learning tour yang telah disusun sedemikian rupa untuk digunakan narasi film. Narasi dapat disajikan langsung pada saat proses learning tour. Narasi juga dapat dipersiapan dalam bentuk rekaman dari narator film dokumenter. Setelah konsep narasi dibuat, langkah selanjutnya menyusun skenario dokumentasi.

Skenario Dokumentasi

1.    Teks pengantar (10 detik)

2.    Opening Film (1 menit)

3.    Teks crew (5 detik)

4.    Teks Judul (5 detik)

5.    Suasana masyarakat Perajin Gerabah (0,5 menit)

6.    Keseharian masyarakat (0,5 menit)

7.    Pengetahuan gerabah (1,5 menit)

8.    Teknologi gerabah (1,5 menit)

9.    Produk gerabah (1 menit)

10. Problem saat ini (0,5 menit)

11. Harapan perajin (0,5 menit)

12. Teks ucapan terimakasih (10 detik)

13. Copyright (3 detik)



[1] Lihat Utami, C. D. (2010). Film Dokumenter Sebagai Media Pelestari Tradisi. Acintya Jurnal Penelitian Seni Budaya, 2(1).

[2] Lihat Rikarno, R. (2015). Film Dokumenter sebagai Sumber Belajar Siswa. Ekspresi Seni: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni, 17(1), 129-149.

[3] Lihat Anoegrajekti, N., Zamroni, M., Macaryus, S., Asrumi, A., Bustami, A. L., Izzah, L., ... & Wiyana, A. (2019). Modul Film Dokumenter.

[4] Lihat  Bill Nichols, 2001 dalam Ratmanto, A. (2018). Beyond The Historiography: Film Dokumenter Sejarah Sebagai Alternatif Historiografi di Indonesia. SASDAYA: Gadjah Mada Journal of Humanities, 2(2), 405-414.

[5] Ulasan enam katogeori film dokumenter dapat dilihat pada link https://www.smapamotan.com/2021/11/jenis-film-dokumenter.html 

[6] Lihat Rikarno, R. (2015). Film Dokumenter Sebagai Sumber Belajar Siswa. Ekspresi Seni: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni, 17(1), 129-149.

[7] Lihat Susanto, H., Irmawati, I., Akmal, H., & Abbas, E. W. (2021). Media Film Dokumenter dan Pengaruhnya Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. HISTORIA: Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah, 9(1), 65-78.

[8] lihat Lestari, E. B. (2019). Konsep Naratif Dalam Film Dokumenter Pekak Kukuruyuk. Jurnal Nawala Visual, 1(1), 9-17.